BAB 1 MASA
KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDHA
A.
PROSES MASUK DAN
BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA
1. Masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa perubahan kehidupan
masyarakat Indonesia, antara lain :
Ø Semula belum mengenal tulisan (masa praaksara) menjadi mengenal tulisan
dan memasuki zaman sejarah (masa aksara).
Ø Semula hanya mengenal dan menganut kepercayaan animisme dan dinamisme
kemudian mengenal dan menganut agama dan kebudayaan Hindu-Budha.
Ø Semula hanya mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai
pemimpinnya menjadi pengenal dan menganut sistem pemerintahan kerajaan dengan
raja sebagai pimpinan pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha.
2. Teori masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha sebagai berikut.
Ø Teori waisya, berpendapat bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh
golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun
berganti arah) sehingga enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama
dan kebudayaan Hindu. Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah
N.J.Krom.
Ø Teori Ksatria, pembawa agama dan kebudayaan Hindu ialah golongan ksatria yang kalah
perang di India, kemudian lari ke Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis
ksatria adalah C.C.Berg.
Ø Teori Brahmana, pembawa agama dan kebudayaan hindu ke Indonesia ialah golongan Brahmana
yang diundang oleh raja raja Indonesia untuk menobatkan dengan upacara Hindu
(abhiseka=penobatan). Pendukung hipotesis ini adalah J.C.van Leur.
Ø Teori nasional, bahwa bangsa Indonesia yang berdagang ke India pulang dengan membawa
agama dan kebudayaan Hindu atau sebaliknya orang-orang Indonesia (raja)
mengundang Brahmana kemudian Brahmana menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di
Indonesia. Pendapat ini disebut teori arus balik. Pendukung teori ini adalah
F.D.K.Bosch.
B. PERKEMBANGAN TRADISI HINDU-BUDHA
AKULTURASI
Masuknya budaya
Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan
perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup
berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari
kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak
diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan
kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli.
Hal ini disebabkan karena:
1. Masyarakat
Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga
masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan
Indonesia.
2. Kecakapan
istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan
suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah
unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh
kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di
Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih
terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses
pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
Seni Bangunan
Seni bangunan
tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa
Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi
budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum
yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha.
Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang
ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai
makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi
tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di
sekitar candi dalam bangunan stupa.
Seni Sastra dan
Aksara
Periode awal di
Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup kuat.
Periode tengah
bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya: Kitab
Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi
ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para
ahli berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam
keluarga raja-raja Kediri.
Prasasti-prasasti
yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta
banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi
dengan bahasa Jawa melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang
dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara
Jawa Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta
aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf
Nagari.
Sistem Kalender
Diadopsi dari
sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya Penggunaan
tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang
dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja
Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.
C. KERAJAAN KUTAI
Kutai Martadipura adalah
kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang
memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan
ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan
Timur,
tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama
tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut.
Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang
sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.
Yupa
Prasasti
Kerajaan Kutai
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti
dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh
buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan
sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu
peringatan yang dibuat oleh para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman.
Dalam agama hindu sapi tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan umat
islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah
kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya
dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada
kaum brahmana. Dapat
diketahui bahwa menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang
ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang
diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah
sebagai berikut:
Nama-Nama Raja Kutai
Peta Kecamatan
Muara Kaman
1.
Maharaja
Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
2.
Maharaja
Aswawarman (anak Kundungga)
3.
Maharaja
Mulawarman (anak Aswawarman)
4.
Maharaja
Marawijaya Warman
5.
Maharaja
Gajayana Warman
6.
Maharaja
Tungga Warman
7.
Maharaja
Jayanaga Warman
8.
Maharaja
Nalasinga Warman
9.
Maharaja
Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa
15. Maharaja Guna Parana Dewa
16. Maharaja Wijaya Warman
17. Maharaja Sri Aji Dewa
18. Maharaja Mulia Putera
19. Maharaja Nala Pandita
20. Maharaja Indra Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma Setia
D. KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah
berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma
merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan
sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan,
terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran
Wisnu.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh
buah prasasti batu yang
ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di
Lebak Banten.
Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382
M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah
Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang ditemukan
- Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
- Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
- Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
- Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
- Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
- Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
- Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
E.
KERAJAAN MATARM KUNO
Awal berdirinya kerajaan
Kerajaan Medang (atau
sering juga disebut Kerajaan Mataram
Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu)
adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad
ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad
ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta
membangun banyak candi baik yang
bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan
Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan
Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad
ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad
ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta
membangun banyak candi baik yang
bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan
Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah
Balitung
menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta
rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Sanjaya sendiri
mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun
tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya
raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum
dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya
kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara
perempuan Sanna.
F.
KERAJAAN SRIWIJAYA
Sriwijaya adalah
salah satu kemaharajaan bahari yang
pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak
memberi pengaruh di Nusantara dengan
daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan
pesisir Kalimantan. Dalam bahasa
Sanskerta,
sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya
berarti "kemenangan" atau "kejayaan"maka nama Sriwijaya
bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai
keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis
bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.
Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad
ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh
682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan di antaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun
990, dan tahun 1025 serangan Rajendra
Chola I
dari Koromandel,
selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya. Setelah
jatuh, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat
publikasi tahun 1918 dari sejarawan Perancis
G.
KERAJAAN
KEDIRI
Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah
kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara
tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.
Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak
diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan
Janggala
hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya
prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri
Jayawarsa.
Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri
Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah
Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan
prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri
Jayabhaya
berhasil menaklukkan Kerajaan
Janggala
dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu
Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa pemerintahan Sri
Jayabhaya
inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini
meliputi seluruh Jawa dan
beberapa pulau di Nusantara, bahkan
sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling
wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling
kaya selain Cina secara
berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu
yang berkuasa di Arab adalah Bani
Abbasiyah,
di Jawa ada
Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
H.
KERAJAAN
SINGASARI
Kerajaan Singhasari atau sering
pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken
Arok
pada tahun 1222. Lokasi
kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari,
Malang.
Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok. Keluarga kerajaan ini
menjadi penguasa Singhasari, dan berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat
perbedaan antara Pararaton dan Nagarakretagama dalam
menyebutkan urutan raja-raja Singhasari.
Versi Pararaton adalah:
|
Versi Nagarakretagama adalah:
|
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai
pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati
dibunuh Anusapati (anak
tirinya). Anusapati mati
dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari
selir). Tohjaya mati akibat
pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang
digantikan Kertanagara (putranya)
secara damai. Sementara itu versi Nagarakretagama tidak
menyebutkan adanya pembunuhan antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya.
Hal ini dapat dimaklumi karena Nagarakretagama adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa
berdarah yang menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut
dianggap sebagai aib.
I.
KERAJAAN
MAJAPAHIT
Majapahit adalah
sebuah kerajaan yang
berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang
pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan
ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa
kekuasaan Hayam
Wuruk,
yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir
yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar
dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga
Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah
menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia
mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa
kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan
mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.
Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah
menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria
Wiraraja,
Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang
datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi
kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian
diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa
"pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba,
Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang.
Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang
sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya
secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga
merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat
pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang
asing.
BAB
2 INDONESIA PADA MASA PERKEMBANGAN ISLAM
A.
PROSES AWAL PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di
Indonesia.
Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
1. Seminar
masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan
Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja
Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada
koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
2. Dari Harry
W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum
Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang
muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.
3. Dari Gerini
dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa
kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun
606-699 M.
4. Prof. Sayed
Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization
of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum
muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
5. Prof. Sayed
Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun
674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
6. Prof. S.
muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan
hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis
menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum
muslimin Indonesia.
7. W.P.
Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese
sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya
Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab
Muslim).
8. T.W. Arnold
dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem
Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1
Hijriyah (Abad 7 M).
Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam
panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan
rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka
tahun (dimasehikan 1082)
Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia
menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun
1292 M.
K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah
menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse
Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck
Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam
di kawasan Indonesia.
Pembawa
Islam ke Indonesia
Sebelum
pengaruh islam masuk ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak
dagang, baik dari Arab, Persia, India dan China. Islam secara akomodatif, akulturasi,
dan sinkretis merasuk dan punya pengaruh di arab, Persia, India dan China.
Melalui perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian
bangsa Arab, Persia, India dan china punya nadil melancarkan perkembangan islam
di kawasan Indonesia.
Gujarat
(India)
Pedagang
islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
- ukiran batu nisan gaya Gujarat.
- Adat istiadat dan budaya India islam.
Persia
Para
pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
- Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
- Pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
- Pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
Arab
Para
pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti
antara lain:
- Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan Malaka.
- munculnya nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak mengenalkan islam.
China
Para
pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ,
mengenalkan islam di pantai dan pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti antar
lain :
- Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
- Beberapa makam China muslim.
- Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari
beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan
pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan social yang
penuh toleransi (Umar kayam:1989)
B. KERAJAAN SAMUDRA PASAI
Kesultanan
Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera
Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.
Belum begitu banyak bukti arkeologis
tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah. Namun
beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini bersumberkan
dari Hikayat Raja-raja Pasai, dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta
penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.
Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu,
yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah
ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521.
C. KERAJAAN ACEH
Kesultanan
Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang
pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara
pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya
dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam
mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme
bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan
pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin
hubungan diplomatik dengan negara lain.
D. KERAJAAN DEMAK
Kesultanan
Demak atau Kerajaan
Demak adalah kerajaan Islam
pertama dan terbesar di pantai utara Jawa ("Pasisir"). Menurut tradisi Jawa, Demak
sebelumnya merupakan kadipaten dari
kerajaan Majapahit,
kemudian muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran
Majapahit.
Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor
penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Walau tidak berumur
panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di
antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah
Kerajaan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh Walisongo.
Lokasi keraton Demak, yang pada masa
itu berada di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro"
dalam bahasa Jawa),
saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan pada periode ketika
beribukota di sana dikenal sebagai Demak Bintara. Pada masa raja ke-4
ibukota dipindahkan ke Prawata (dibaca "Prawoto") dan untuk periode
ini kerajaan disebut Demak Prawata
E. KERAJAAN BANTEN
Kesultanan Banten merupakan
sebuah kerajaan Islam yang pernah
berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar
tahun 1526, ketika Kerajaan
Demak
memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan
menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan
militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung
Jati
berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana
Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang
kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang
berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan
bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari
Eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan
persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan,
serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan
Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada
tahun 1813 setelah
sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan,
dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari
raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia
Belanda.
F. KERAJAAN MATARAM
Kerajaan mataram didirikan oleh
Sutowijoyo yang bergelar Penembahan
Senopati (1586-1601). Ibukotanya
Kota Gede. Penggantinya Raden Mas Jolang. Ia gugur di daerah Krapyak, sehingga
disebut penembahan seda krapyak. Raja
terbesarnya ialah Raden Mas Rangsang yang bergelar sultan agung hanyokrokusumo
(1613-1645).
Sultan agung bercita-cita
mempersatukan seluruh Jawa dan mengusir kompeni (VOC) dari Batavia. Setelah
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Cirebon berhasil dikuasai, ia berencana menyerang
Batavia. Serangan dilancarkan pada agustus 1628 dan September 1629, tetapi
gagal. Kegagalan ini karena :
A. Kurangnya perbekalan makanan,
B. Kalah persenjataan,
C. Jarak Mataram – Jakarta sangat jauh,
D. Tentara Mataram terjangkit wabah penyakit.
Sepeninggal Sultan Agung,
Matarm mengalami kemunduran dan terpecah. Berdasarkan perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 Matarm dipecah menjadi dua,
yakni :
A.
Mataram Barat, yakni kesultanan
Yogyakarta, diberikan kepada Mangkubumi dengan gelar Hamengku Buwono I
B.
Mataram Timur, yakni Kesunanan Surakarta
diberikan kepada Paku Buwono III
Selanjutnya berdasarkan Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret
1757, Surakarta dibagi menjadi dua, yakni :
1.
Surakarta Utara diberikan
kepada Raden Mas Said dengan gelar Mangkunegara I, kerajaanya dinamakan Mangkunegaran.
2.
Surakarta Selatan diberikan
kepada Paku Buwono III kerajaanya dinamakan Kasunanan
Surakarta
G.
KERAJAAN MAKASSAR
Pada abad ke-17 di Sulawesi
Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil, seperti Goa, Tallo, Sopeng, dan
Bone. Kerajaan besar ialah Goa dan Tallo. Keduanya lebih dikenal sebagai
kerajaan Makassar. Puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin
(1654-1670)
Pertempuran besar meletus pada
1666 di masa Sultan Hasanuddin. VOC di bawah pimpinan Speelman berkoalisi
dengan Kapten Jonker dari Ambon dan Aru Palaka, Raja Bone. Hasanuddin kalah dan
terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Isinya sangat
merugikan rakyat Makassar, yakni :
a.
Wilayah Makassar terbatas pada
Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka
b.
Kapal Makassar dilarang
berlayar tanpa seizin VOC
c.
Makassar tertutup untuk semua
bangsa kecuali VOC dengan hak monopolinya
d.
Semua benteng harus
dihancurkan, kecuali benteng ujung pandang yang kemudian namanya diganti
menjadi benteng Rotterdam.
e.
Makassar harus mengganti
kerugian perang sebesar 250 ribu ringgit.
Makassar berkembang sebagai
pelabuhan internasional. Banyak pedagang asing seperti Portugis, Inggris, dan
Denmark berdagang di Makassar. Karena itu, disusunlah hokum niaga dan
perniagaan yang disebut Ade Allopioping
Bicarance Pabbalu’e dan sebuah naskah lontar karya Amanna Gappa.
H.
KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE
Kerajaan ternate dan tidore
terdapat di Maluku. Keduanya sering bersaing dan persaingan makin tampak
setelah datangnya bangsa Barat.
Bangsa Barat yang pertama kali
datang ke Maluku ialah Portugis (1512) yang kemudian bersekutu dengan kerajaan
ternate. Kemudian bangsa Spanyol dating pada 1521 dan bersekutu dengan
kerajaan tidore. Saat itu tidak sampai terjadi perang. Untuk menyelesaikan
persaingan Portugis dan Spanyol, pada tahun 1529 diadakan perjanjian saragosa. Isinya Spanyol harus meninggalkan Maluku dan
memusatkan kekuasaanya di Filipina dan bangsa Portugis tetap tinggal Maluku.
Portugis menderikan benteng Sao Paulo untuk
melindungi Ternate dari serangan Tidore. Portugis kemudian memonopoli
perdagangan dan terlalu ikut campur urusan dalam negri Ternate. Salah seorang
sultan Ternate yang menentang ialah Sultan Hairun (1550-1570). Walau diadakan
perundingan dengan hasil damai pada 27 Februari 1570, esok harinya ketika
Sultan Hairun datang ke benteng Sao Pulo, ia justru dibunuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar